BAB 1
Pengertian
Foodborne Disease dan Faktor-Faktor Penyebabnya
1. Pengertian
Foodborne Disease
Foodborne disease adalah suatu
penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan dan penyerapan makanan yang
mengandung mikroba oleh tubuh manusia. Penyakit ini sangat erat kaitannya
dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia membutuhkan makanan untuk
hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan, makanan
dapat merugikan bagi manusia. Makanan yang berasal baik dari hewan atau
tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit
pada manusia.
Foodborne
diseasesyang
disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi
makanan mengandung organisme hidup yang mampu bersporulasi di dalam usus, yang
menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan
meliputi Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah
Salmonella. Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya
organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang
disekresi ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati
setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan
makanan meliputi Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, dan Bacillus
cereus. Gejala foodborne disease yang umumnya terlihat adalah perut mual
diikuti muntah - muntah, diare, demam, kejang - kejang dan lain - lain.
2. Faktor Penyebab Foodborne Disease
Dalam pegolahan makanan, mikroba
dari lingkungan di sekitar jalur pemrosesan makanan dapat masuk ke dalam
makanan. Mikroba juga dapat berasal dari manusia yang terinfeksi yang menangani
makanan atau dari kontaminasi silang dengan produk mentah. Orang yang
terinfeksi, yang menangani makanan tanpa mencuci tangan, dapat menularkan
penyakit seperti bakteri Shigella , virus hepatitis A, dan virus Norwalk
. Di dapur, mikroba dapat berpindah dari makanan yang satu ke makanan yang lain
melalui penggunaan pisau, alas pemotong, atau peralatan lain yang sama tanpa
dicuci sebelum digunakan untuk makanan yang lain. Makanan yang sudah matang
dapat terkontaminasi ulang apabila tersentuh makanan mentah atau cairan dari
makanan mentah yang mengandung patogen. Makanan dapat terkontaminasi mikroba
disebabkan oleh :
§ Mengolah
makanan atau makan dengan tangan kotor.
§ Memasak
sambil bermain dengan hewan peliharaan.
§ Menggunakan
lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan.
§ Makanan
jatuh ke tanah dan kotor.
§ Makanan yang
disimpan tanpa ditutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya.
§ Saat diolah
makanan sudah mengandung bakteri.
§ Makanan
terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya.
Cara makanan ditangani setelah
terkontaminasi juga menentukan keamanan makanan tersebut. Banyak bakteri perlu
berkembang biak hingga mencapai jumlah yang cukup besar untuk dapat menyebabkan
penyakit. Dengan kondisi hangat dan lembab dan persediaan nutrien yang cukup,
satu bakteri yang membelah diri setiap setengah jam dapat memproduksi 16 milyar
anakan dalam waktu 12 jam. Akibatnya, makanan yang sedikit terkontaminasi dan
kemudian dibiarkan semalaman dapat menjadi sangat berbahaya pada hari
berikutnya. Namun, bakteri tidak akan berkembang biak apabila makanan tersebut
segera didinginkan. Umumnya, pendinginan atau pembekuan mencegah pertumbuhan
dan aktivitas hampir semua bakteri. Banyak garam, gula, atau asam juga dapat
mencegah pertumbuhan bakteri, misalnya dalam daging asin, selai, dan acar, yang
merupakan makanan yang diawetkan dengan metode tradisional.
Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap
Timbulnya Foodborne Diseases
1. Demografi
masyarakat
Meningkatnya
kelompok individu immunocompromised sebagai akibat dari peningkatnya penderita
human immunodeficiency virus (HIV), penderita penyakit kronis, orang lanjut
usia (manula), akan lebih peka terhadap infeksi bakteri patogen yang ditularkan
melalui makanan (foodborne diseases), seperti Salmonella, Campylobacter,
Listeria. Kemajuan teknologi kedokteran, seperti transplantasi organ tubuh dan
keberhasilan pengobatan kanker, telah meningkatkan harapan hidup manusia,
tetapi disisi lain hal ini dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap
infeksi foodborne diseases.
2.
Human
behavior
Perubahan
pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya/timbulnya foodborne diseases; antara lain banyaknya fast-food
restoran, peningkatan kebiasaan makan di luar rumah (eating away from home),
peningkatan konsumsi buah segar, salad yang banyak menggunakan sayuran
segar/mentah, makanan-makanan yang dimasak tidak sempurna (seperi
hamburger, scembel eggs, dll). Produk-produk segar tersebut lebih mudah
kontaminasi oleh patogen, baik pada tahap pertumbuhan, panen, dan
pendistribusian. Sedangkan produk-produk yang dimasak setengah matang atau
tidak sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri patogen tidak mati oleh pemasakan
tersebut.
3. Perubahan di
bidang industri dan teknologi
Peningkatan
industri makanan berskala besar yang tersentralisasi pada satu tempat atau di
kota-kota besar akan membawa resiko terhadap peningkatan penyebaran foodborne
diseases. Bila suatu produk terkontaminasi di tempat asal ketika diproduksi,
maka dengan mudah akan terjadi penyebaran penyakit/patogen sampai ke tempat
pendistribusian produk tersebut. Sebagai contoh, adanya infeksi S. enteritidis
pada ayam-ayam bibit di peternakan-peternakan pembibitan. Hal ini akan
memudahkan terjadinya penyebaran agen penyakit, melalui anak ayam atau telur
ayam, ke peternakan-peternakan final stock dalam areal yang lebih luas.
4. Perubahan
dalam pola perjalanan/travel dan perdagangan global
Hal ini
banyak terjadi para wisatawan-wisatawan (traveler’s diseases). Para wisatawan
tersebut dapat terinfeksi oleh penyakit ditempat yang dikunjunginya, dan akan
terbawa ke tempat asalnya. Dengan terbukanya perdagangan internasional
(global), maka akan membawa konsekwensi terhadap penyebaran penyakit secara
bebas. Masuknya bakteri S. enteritidis
ke Indonesia diduga bersamaan dengan importasi bibit-bibit ayam dari Eropa.
5. Adaptasi
mikroba
Adanya
adaptasi atau mutasi mikroba terhadap lingkungan dan seleksi alam. Pengobatan
antimikroba, untuk hewan dan manusia, yang terus-menerus dan tidak terkontrol
akan mengakibatkan timbulnya bakteri-bakteri yang resisten.
Banyak faktor yang kemudian akan memperparah foodborne disease, antara
lain faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor mikroba :
a) Jenis patogen yang termakan
Artinya bahwa bila terdapat dalam jumlah yang banyak mikroba yang
bersifat patogen, maka potensi akan terjadinya keracunan makanan adalah besar.
Contoh jika Psedumonas cocovenans
dalam jumlah yang banyak pada tempe bongkrek maka kemungkinan terdapatnya sama
bongkrek yang akan berpotensi menimbulkan keracunan tempe bongkrek pun semakin
besar.
b) Jumlah patogen yang termakan
Dalam
jumlah yang kecil E. coli memang dibutuhkan oleh tubuh dalam proses
pencernaan makanan. Namun
jika terdapat dalam jumlah yang banyak pada makanan maka kemungkinan akan
terjadinya keracunan makanan akibat E.coli
besar.
2.
Faktor makanan
a) Buah & sayur
segar/mentah
Bahan makanan ini mengandung air yang tinggi yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya mikorba baik yang bersifat patogen maupuan yang tidak patogen
dalam makanan. Jika ini terjadi maka kerusakkan bahan makanan terjadi dan juga
keracunan makanan akan semakin besar. Contoh
yeast jenis Torulopsis yang mampu
memfermentasikan laktosa dalam susu.
b) Daging, unggas, telur, susu,
ikan
Kandungan proteinnya yang tinggi serta pH
yang memungkinkan mikroba dapat tumbuh dalam bahan makanan jenis ini.
Telur merupakan bahan makanan yang rawan tercemar Salmonella thypi yang dapat menyebabkan penyakit tipus masuk
melalui pori – pori kulit telur menuju ke bagian dalam.
c) Berlemak tinggi (santan, coklat, dll.)
Bakteri asam akan mudah tumbuh dalam suasana lemak tinggi menyebabkan
kerusakan pangan, bau dan penampilan.
BAB 2
Peranan
Mikroba dalam Foodborne Disease
Foodborne Disease disebabkan akibat
konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh mikroba. Berbagai
jenis mikroba patogen dapat mencemari makanan yang akan menimbulkan penyakit.
Penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok,
yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan). Adapun mikroba tersebut antara lain
bakteri, virus, dan jamur.
1. Bakteri
a. Salmonella
· Salmonelosis
Salmonelosis adalah penyakit pada
saluran gastrointestin yang mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau
kolon. Penyakit ini disebabkan karena infeksi oleh bakteri Salmonella. Salmonella
sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak
dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm. Bakteri ini pertama kali
diisolasikan oleh Theobald Smith pada tahun 1885 dari babi. Nama jenis
Salmonella diturunkan dari nama terakhir dari D.E. Salmon, yang adalah direktur
dari Smith. Bakteri ini tumbuh pada suasana
aerob dan fakultatif anerob, pada suhu 15 – 41oC (suhu pertumbuhan
optimum 37 oC dan pH pertumbuhan 6 – 8). Beberapa
spesies dari Salmonella antara lain adalah
Salmonella typhi, Salmonella enteritidis, dan Salmonella cholerasuis.
· Sifat
patogenitas Salmonella
Masuknya S. typhi dan S. paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan
yang terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam lambung,
sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Bakteri dapat hidup dan
berkembang biak di makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal
dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya menuju ke
pembuluh darah. (mengakibatkan bakteremia) kemudian menuju hati dan limpa. Di
organ-organ ini bakteri meninggalkan sel fagosit dan berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi
mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya. Di dalam hati, bakteri masuk ke
dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan
secara ke dalam lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Bakteri itu
kemudian menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, gangguan mental, koagulasi, dan
pendarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah.
· Epidemiologi
infeksi oleh Salmonella
Salmonellosis disebarkan pada
orang-orang dengan memakan bakteri Salmonella yang mengkontaminasi (mencemari)
makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe
makanan, namun perjangkitan-perjangkitan dari penyakit baru-baru ini melibatkan
telur-telur mentah, daging mentah (daging sapi yang digiling dan daging-daging
lain yang dimasak dengan buruk), produk-produk telur, sayur-sayur segar,
cereal, dan air yang tercemar. Pencemaran dapat datang dari feces hewan atau
manusia yang berhubungan dengan makanan selama pemrosesannya. Feces dari
orang-orang yang terinfeksi akan mencemari sumber air atau makanan dari
orang-orang yang tidak terinfeksi. Sumber-sumber langsung yang berpotensi dari
Salmonella adalah hewan seperti kura-kura, anjing, kucing, kebanyakan hewan
ternak, dan manusia yang terinfeksi. Adapun pencemaran oleh Salmonella dapat
dilihat pada siklus di bawah ini.
Pola penyebaran penyakit ini pada
tubuh manusia adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12
jari, usus halus, usus besar). Bakteri masuk ke tubuh manusia bersama bahan
makananatau minuman yang tercemar. Saat kuman masuk kesaluran pencernaan
manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambungdan sebagian kuman masuk ke usus
halus. Dari usus halus kumanberaksi sehingga bisa ”menjebol” usus halus.
Setelah berhasilmelampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening,
kepembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan
lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman yang siap
menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari. Pada
penderita yang tergolong carrier, kuman Salmonella bisa ada terus
menerus di feses dan urin sampai bertahun-tahun. Setelah memasuki dinding usus
halus, bakterimulai melakukan
penyerangan melalui system limfa ke limfa yang menyebabkan pembengkakan pada
urat dan bakteri tersebut kemudian menyerang aliran darah. Aliran darah yang
membawa bakteri juga akan menyerang liver, kantong empedu, limfa, ginjal, dan
sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian berkembangbiak dan menyebabkan
infeksi organ-organ ini. Melalui organ-organ yang telah terinfeksi inilah
mereka terus menyerang aliran darah yang menyebabkan bakteremia sekunder yang
menjadi penyebab terjadinya demam dan penyakit.
·
Gejala dari
infeksi Salmonella
Gejala dari
Salmonelosis akan terlihat 8 sampai 48 jam setelah makan makanan yang tercemar
oleh Salmonella. Gejala awal yaitu timbulnya rasa sakit perut yang mendadak
disertai dengan diare encer atau berair, kadang-kadang bahkan dengan lendir
atau darah. Seringkali menyebabkan mual dan muntah kemudian terjadi demam
dengan suhu 38 – 39o Celcius. Gejala-gejala ini disebabkan oleh
endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella. Gejala-gejala tersebut
biasanya akan hilang dalam waktu 2 – 5 hari.
·
Pencegahan
Salmonelosis
Kebanyakan
kasus Salmonelosis disebabkan karena memakan makanan yang tercemar. Oleh karena
itu pencegahan yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
1.
Memasak
dengan baik makanan yang dibuat dari daging.
2.
Menyimpan
makanan pada suhu lemari es yang sesuai.
3.
Melindungi
makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan hewan lain.
4.
Penggunaan
metode produksi dan pengolahan makanan yang semestinya.
5.
Kebersihan
pribadi yang baik serta hidup dengan cara-cara yang memenuhi syarat kesehatan.
Begitu ditemukan adanya kasus infeksi makanan oleh Salmonella maka harus
segera dilaporkan pada Dinas Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil
langkah-langkah yang sesuai untuk melindungi masyarakat dari suatu perjangkitan
peracunan makanan. Tidak ada imunisasi yang efektif terhadap infeksi oleh
spesies Salmonella.
b.
Clostridium
·
Botulisme
Botulisme
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri.
Botulisme berasal dari kata botulisme yang berarti sosis. Penyakit ini diberi
nama demikian karena selama bertahun-tahun sosis yang tidak dimasak dihubungkan
dengan penyakit ini. Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu toksin bakteri
paling mematikan yang dapat terbentuk pada makanan kaleng yang tidak diproses
dengan benar atau cukup dipanasi. Bakteri penghasil botulin adalah Clostridium
botulinum.Clostridium botulinum merupakan bakteri gram positif, berbentuk
batang, membentuk spora, dan bersifat anaerob obligat serta mampu menghasilkan
neurotoksin yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini banyak terdapat di
tanah dan mungkin mencemari hasil pertanian maupun peternakan.
Penyakit ini terjadi
karena memakan toksin botulinum yang terdapat dalam makanan yang diawetkan
dengan cara kurang sempurna, seperti yang dijumpai dalam makanan kaleng. Tetapi
botulisme juga dapat disebabkan karena kontaminasi luka yang akan menghasilkan
toksin yang tumbuh pada jaringan mati. Ada tujuh tipe Clostridium botulinum yang dikenali karena perbedaan antigenik di
antara toksin yang dihasilkannya yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Yang
menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan tipe F. Tipe C dan D
menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia, sedangkan tipe G belum diketahui
dapat menyebabkan penyakit atau tidak.
·
Sifat patogenitas
Clostridium
Toksin botulinum yang
dihasilkan oleh Clostridium adalah
racun yang paling ampuh. Sebagai contoh dosis letal (mematikan) bagi toksin
tipe A pada tikus diperkirakan 0,000000033 mg. Ini berarti 1 gram toksin dapat
membunuh 33 milyar tikus. Racun ini menyerang urat syaraf, menyebabkan
kelumpuhan pada faring dan diafragma. Cara kerja toksin ini adalah dengan
menghambat pembebasan asetilkolin oleh serabut syaraf ketika impuls syaraf
lewat di sepanjang syaraf tepi.
·
Epidemiologi
botulisme
Clostridium
botulinum tersebar luas di lingkungan darat dan perairan.
Jika sporanya mencemari makanan yang sudah diolah atau mengadakan kontak dengan
luka maka dapat berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan
toksin. Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada saluran bayi yang disebut
botulisme bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam usus bayi, menyebabkan badan
lemah, tidak dapat buang air besar, dan lumpuh. Infeksi semacam ini mungkin
disebabkan karena pemberian susu yang mengandung spora Clostridium botulinum
pada bayi.
· Gejala
dari keracunan botulisme
Gejala penyakit ini biasanya mulai muncul sekitar 12 – 48 jam setelah
mengkonsumsi makanan yang sudah tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan
berbicara, pupil melebar, penglihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah,
dan tidak dapat menelan. Kelumpuhan dapat terjadi pada kantung kemih dan semua
otot yang bekerja di daerah tersebut. Kematian mungkin terjadi beberapa hari
setelah timbulnya gejala karena tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja
lagi. Gejala
botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan
buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi,
maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan pernafasan.
·
Pencegahan
botulisme
Tidak ada
penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuhyang
hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang
keliru (khususnya di rumah atau industry rumah tangga), misalnya pengalengan,
fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau
minyak. Bakteri ini mencemari produk pangan dalam kaleng yang beredar asam
rendah, ikan asap, kentang matang yang kurangbaik penyimpanannya, pie beku,
telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi
industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan
nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat
penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama
(rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama
untuk pangan yang dikemashampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari
pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung.
c.
Staphylococcus
·
Peracunan
makanan oleh Staphylococcus
Peracunan
makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh
beberapa tipe Staphylococcus yang tumbuh pada makanan yang tercemar. Salah satu
contoh spesiesnya adalah Staphylococcus aureus yaitumerupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila
diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau
membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini
Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat
tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Staphylococcus biasanya terdapat diberbagai bagian tubuh manusia,
seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah memasuki makanan.
Organisme ini dapat berasal dari orang-orang yang menangani pangan yang
merupakan penular atau penderita infeksi patogenik (membentuk nanah). Keracunan
makanan oleh Staphylococcus disebut
sebagai staphylococcal.
·
Sifat
patogenitas Staphylococcus
Enterotoksin
yang dihasilkan Staphylococcus bersifat
tahan panas, tidak berubah meskipun dididihkan selama 30 menit. Makanan yang
telah tercemar jika dibiarkan dalam suhu kamar selama delapan sampai sepuluh
jam dapat menghasilkan toksin dalam jumlah yang memadai yang dapat
mengakibatkan peracunan makanan. Sekalipun makanan ini kemudian disimpan di
dalam lemari es selama berbulan-bulan, toksinnya tidak akan musnah. Pemasakan
kembali makanan tersebut juga tidak akan mengurangi kandungan toksin tersebut.
Sampai saat ini tidak ada antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati
peracunan makanan oleh Staphylococcus.
·
Epidemiologi
peracunan makanan oleh Staphylococcus
Manusia
merupakan sumber terpenting Staphylococcus
yang menghasilkan enterotoksin. Terjangkitnya peracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya memiliki galur
yang sama antara makanan yang tercemar dengan yang ada pada tangan orang yang
menangani makanan tersebut. Adapun makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus antara lain adalah kue
dengan saus yang terbuat dari telur ,susu, dan daging olahan. Sayangnya makanan
yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang cukup banyak biasanya memiliki
penampilan, bau, dan rasa yang normal.
·
Gejala
peracunan makanan oleh Staphylococcus
Gejala
peracunan Staphylococcus akan segera
terlihat setelah menkonsumsi makanan yang telah tercemar. Jumlah enterotoksin
yang termakan akan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah atau tidaknya
infeksi tersebut. Biasanya gejala akan timbul sekitar 2 sampai 6 jam setelah
makan makanan tercemar tersebut. Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, retching
(seperti muntah tetapi tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa
lemas. Beberapa orang mungkin tidak selalu menunjukkan semua gejala penyakit
ini. Dalam kasus-kasus yang lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, kram otot,
dan perubahan yang nyata pada tekanan darah serta denyut nadi. Kehilangan
cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kelemahan dan tekanan darah yang rendah
(syok). Gejala biasanya berlangsung selama kurang dari 12 jam. Keracunan
makanan ini dapat disembuhkan, proses penyembuhan biasanya memerlukan waktu dua
hari, namun, tidak menutup kemungkinan penyembuhan secara total pada
kasus-kasus yang parah memerlukan waktu tiga hari atau kadang-kadang lebih,
namun kadang-kadang dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi pada
anak-anak, orang tua dan orang dengan kondisi lemah karena sakit menahun.
·
Pencegahan
Peracunan Makanan oleh Staphylococcus
Pencegahan
secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak,
dipanaskan, dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling
besar adalah kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang sudah dimasak
bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi (misalnya
alas pemotong). Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar menyebabkan
bakteri berkembang biak dan menghasilkan racun.
Berikut ini
adalah beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan yaitu.
1.
Menyimpan
makanan yang mudah busuk di dalam lemari es (suhu dibawah 6 – 7o Celcius).
2.
Bagi
orang-orang yang mempunyai luka bernanah atau merupakan penular Staphylococcus toksigenik tidak boleh
menangani pangan.
3.
Makanan
dipanasi kembali selama berjam-jam pada suhu kamar sebelum disajikan.
Seringkali
peracunan makanan oleh Staphylococcus
adalah akibat penanganan yang keliru baik di rumah maupun di tempat makan umum.
2.
Virus
Virus dapat menyebabkan peracunan
makanan yang menimbulkan gastroenteritis. Gastroenteritis viral adalah infeksi
usus yang disebabkan berbagai macam virus. Gastroenteritis virus sangat menular
dan merupakan penyakit yang paling umum. Hal ini menyebabkan jutaan kasus diare
setiap tahun.Virus merupakan penyebab diare tersering yang angka kejadiannya
mencapai jutaan kasus tiap tahunnya. Siapapun bisa mendapatkan Gastroenteritis
virus dan kebanyakan orang sembuh tanpa komplikasi. Namun, Gastroenteritis
virus bisa serius ketika orang tidak bisa minum cukup cairan untuk menggantikan
apa yang hilang melalui muntah dan diare terutama bayi, anak-anak muda, orang
tua, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
Gejalanya berupa buang air besar
yang berupa air (watery). Gejala utama Gastroenteritis virus adalah diare
berair berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam serta muntah. Gejala
lainnya adalah sakit kepala, demam, menggigil, dan sakit perut. Gejala biasanya
muncul dalam waktu 4 sampai 48 jam setelah terpapar virus dan berlangsung
selama 1 sampai 2 hari, walaupun gejala dapat berlangsung selama 10
hari.Umumnya virus yang menyebabkan gastroenteritis adalah rotavirus.
a. Rotavirus
· Infeksi oleh
Rotavirus
Rotavirus adalah salah
satu virus yang menyebabkan penyakit diare, terutama pada bayi. Rotavirus
memiliki diameter tubuh 50-60 nm. Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus
halus. Nama virus rota didasarkan pada
gambaran mikroskop elektron dari pinggir luar kapsid sebagai pinggiran suatu
roda yang mengelilingi jari-jari yang memancar dari inti yang menyerupai pusat.
Partikel-partikel mempunyai kapsid berkulit ganda dan garis tengah berkisar
antara 60-75 nm
· Patogenitas
Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam
vili usus halus. Virus-virus itu berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan
merusak mekanisme transportnya. Sel yang rusak dapat masuk ke dalam lumen usus
dan melepaskan sejumlah besar virus, yang kemudian terdapat dalam tinja. Diare
yang disebabkan oleh rotavirus mungkin akibat gangguan penyerapan natrium dan
absorpsi glukosa karena sel yang rusak pada vili digantikan oleh sel kriptus
belum matang yang tidak meyerap. Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan
fungsi normal.
·
Epidemiologi
dan Imunitas
Rotavirus merupakan penyebab tunggal
penyakit gastroenteritis. Infeksi rotavirus biasanya meningkat selama musim
dingin. Infeksi simtomatik paling sering terjadi pada anak berusia antara
6bulan hingga 2 tahun. Penyebarannya terjadi melalui rute oral fekal. Rotavirus
muncul secara serentak. Saat usia 3 tahun, 90% anak memiliki serum antibody
terhadap satu tipe atau lebih. Faktor kekebalan local, seperti IgA sekretoris
atau interferon, penting untuk melindungi terhadap infeksi rotavirus.
·
Gejala
Gejala yang timbul antara lain
diare, demam, nyeri perut, dan muntah-muntah, sehingga terjadi dehidrasi. Pada
bayi dan anak-anak, kehilangan banyak elektrolit dan cairan dapat mematikan
kecuali kalau diobati. Untuk mempermudah penanganan, sebaiknya kita tahu gejala
dehidrasi yaitu anak rewel, kehausan, minta minum terus, sehingga makin muntah
karena kebanyakan, mata cekung, kulit pada daerah perut dan dahi tidak
kenyal.(jika dicubit tidak kembali).
·
Cara
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan gastroenteritis adalah
pengobatan suportif, untuk mengoreksi kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis, syok, dan kematian. Pengobabatannya yaitu
dengan cara penggantian cairan dan pengembalian keseimbangan elektrolit baik
secara intravena maupun oral.
Mengingat
penyakit diare rotavirus sangat mudah menular, maka perlu dilakukan
langkah-langkah pencegahan. Salah satunya dengan merawat terpisah anak yang
terinfeksi rotavirus dengan anak sehat lainnya. Untuk pencegahan agar tidak mudah
terinfeksi rotavirus, pemberian imunisasi bisa dilakukan. Apalagi, semua anak
pasti pernah mengalami diare. Salah satu diare yang mengancam adalah karena
rotavirus. Perkembangan terakhir dengan teknologi kedokteran saat ini telah
ditemukan vaksin untuk rotavirus. Vaksin ini dapat diberikan 2-3 kali pada bayi
usia 6-8 minggu.
3. Jamur
Jamur merupakan
mikroorganisme eukariotik, menghasilkan spora, tidak punya klorofil, dan
berkembang biak secara seksual dan aseksual. Jamur tergolong menjadi 2 golongan
yaitu kapang dan khamir. Kapang adalah jamur yang mempunyai filamen sedangkan
khamir adalah jamur sel tunggal yang tidak mempunyai filamen. Jamur dapat
bersifat parasit yaitu memperoleh makanan dari benda hidup atau bersifat
saprofit yaitu memperoleh makanan dari benda mati.
Secara umum
jamur berkembang biak dengan cara aseksual atau seksual. Spora aseksual dari
jamur adalah konidiospora, sporangiospora, oidium, klamidospora dan
blastospora. Sedangkan spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus, terbentuk
lebih jarang, dan dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan spora aseksual.
Ada beberapa tipe spora seksual yaitu askospora, basidiospora, zigospora dan
oospora.
Jamur merupakan salah satu penyebab
foodborne disease karena dapat mengkontaminasi makanan melalui mikotoksin. Penyakit yang diakibatkan karena adanya mikotoksin disebut mikotoksikosis.
Mikotoksin dapat mengkontaminasi pangan bila bahan pangan yang umumnya tanpa
pengawet disimpan lama dalam kondisi lembab dan tidak disimpan dalam lemari
pendingin, sehingga bahan pangan ini mudah menjadi media bagi pertumbuhan
jamur.
Tabel .1 Jenis
mikotoksin dan pangan yang dikontaminasinya
Jenis mikotoksin
|
Bahan pangan yang dikontaminasi
|
Alfatoksin
|
Kacang-kacangan dan produk
kacang padi, jagung, gandung, almond, dan jambu mete
|
Sterigmatosistin
|
Biji-bijian dan beras
|
Patulin
|
Sari buah apel
|
Luteoskirin
|
Beras, jagung, gandum,
kacang-kacangan
|
Sitreoviridin
|
Beras
|
Trikotesena
|
Jagung
|
Asam Penisilat
|
Jagung
|
Bila bahan pangan yang sudah
terkontaminasi mikotoksin dikonsumsi, maka kemungkinan toksin yang dihasilkan
oleh jamur tersebut dapat mengganggu kesehatan
Pencegahan dan Penanggulangan Foodborne Disease
2.3.1 Pencegahan
Pencegahan dan pengendalian
foodborne diseases harus dilakukan pada setiap tahap/proses penyajian makanan;
dari mulai tingkat produksi di peternakan, proses pemotongan di Rumah Potong
Hewan (RPH), pendistribusi dari peternakan/RPH ke pasar, proses pengolahan
sampai penyiapan makanan yang sudah jadi (finished food) di rumah/restoran,
dll.
Pencegahan dan pengendalian
foodborne diseases diistilahkan from farm
to table, yaitu dari mulai produksi di peternakan sampai siap saji di meja
makan, antara lain meliputi:
·
Pemeriksaan
hewan/ternak di peternakan/rumah potong hewan. Ternak-ternak yang akan dipotong
harus berasal dari peternakan yang bebas penyakit.
·
Peningkatan
personal higiene mulai dari pekerja kandang, petugas rumah potong hewan, penjual
daging, pekerja pada industri makanan, juru masak sampai kepada konsumen.
·
Pengawasan
terhadap kebersihan/sanitasi lingkungan di peternakan, rumah potong hewan, alat
transportasi, ruang pengolahan, peralatan dapur atau pengolahan makanan dan
peralatan saji.
·
Pengolahan
makanan (daging, susu, telur dan produknya) secara higienis dengan pemanasan
yang cukup, pasteurisasi, dan atau sterilisasi.
·
Penyimpanan
bahan pangan dengan baik
Bahan baku
segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin.
Makanan cepat basi disimpan dalam suhu dingin, pisahkan raw material dengan
makanan sudah matang.
·
Pencucian
üPencucian
atau pembilasan buah dan sayuran dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan
lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air, deterjen, larutan bakterisidal
seperti klorin, dan lain-lain.
üSebelum
makan atau menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan
kucuran air setidaknya 15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih.
·
Desinfeksi
adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh mikroba patogen maupun pembusuk
dengan menggunakan bahan kimia (desinfektan). Desinfektan merupakan bahan kimia
yang mampu membunuh bakteri pembusuk dalam bentuk sel vegetatif, tetapi tidak
dalam bentuk spora.
·
Pemblansiran
merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen.
Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke
dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat
Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam
bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan
bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan,
dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas
enzim dan mikroorganisme.
2.3.2 Penanggulangan
Penanggulangan untuk penyakit bawaan makanan (Foodborne
Diseases) antara lain :
Ø Diagnosa
infeksi melalui pemeriksaan laboratorium guna menentukan jenis organisme
penyebabnya.
Ø Perawatan penyembuhan terhadap penyakit bawaan makanan. Jenis
perawatan disesuaikan dengan jenis penyakit bawaan makanan yang diderita, dan
bergantung dari gejala yang dirasakan.
DAFTAR PUSTAKA