Sunday, February 22, 2015

FOODBORNE DISEASE


BAB 1
Pengertian Foodborne Disease dan Faktor-Faktor Penyebabnya
1.       Pengertian Foodborne Disease
Foodborne disease adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan dan penyerapan makanan yang mengandung mikroba oleh tubuh manusia. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan, makanan dapat merugikan bagi manusia. Makanan yang berasal baik dari hewan atau tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.
Foodborne diseasesyang disebabkan oleh organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena konsumsi makanan mengandung organisme hidup yang mampu bersporulasi di dalam usus, yang menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan meliputi Clostridium perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah Salmonella. Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup, melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresi ke dalam makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan meliputi Staphylococcus aureus, Clostridium botulinum, dan Bacillus cereus. Gejala foodborne disease yang umumnya terlihat adalah perut mual diikuti muntah - muntah, diare, demam, kejang - kejang dan lain - lain.

2.      Faktor Penyebab Foodborne Disease
Dalam pegolahan makanan, mikroba dari lingkungan di sekitar jalur pemrosesan makanan dapat masuk ke dalam makanan. Mikroba juga dapat berasal dari manusia yang terinfeksi yang menangani makanan atau dari kontaminasi silang dengan produk mentah. Orang yang terinfeksi, yang menangani makanan tanpa mencuci tangan, dapat menularkan penyakit seperti bakteri Shigella , virus hepatitis A, dan virus Norwalk . Di dapur, mikroba dapat berpindah dari makanan yang satu ke makanan yang lain melalui penggunaan pisau, alas pemotong, atau peralatan lain yang sama tanpa dicuci sebelum digunakan untuk makanan yang lain. Makanan yang sudah matang dapat terkontaminasi ulang apabila tersentuh makanan mentah atau cairan dari makanan mentah yang mengandung patogen. Makanan dapat terkontaminasi mikroba disebabkan oleh :
§   Mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor.
§   Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan.
§   Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan.
§   Makanan jatuh ke tanah dan kotor.
§   Makanan yang disimpan tanpa ditutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkaunya.
§   Saat diolah makanan sudah mengandung bakteri.
§   Makanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di sekitarnya.
Cara makanan ditangani setelah terkontaminasi juga menentukan keamanan makanan tersebut. Banyak bakteri perlu berkembang biak hingga mencapai jumlah yang cukup besar untuk dapat menyebabkan penyakit. Dengan kondisi hangat dan lembab dan persediaan nutrien yang cukup, satu bakteri yang membelah diri setiap setengah jam dapat memproduksi 16 milyar anakan dalam waktu 12 jam. Akibatnya, makanan yang sedikit terkontaminasi dan kemudian dibiarkan semalaman dapat menjadi sangat berbahaya pada hari berikutnya. Namun, bakteri tidak akan berkembang biak apabila makanan tersebut segera didinginkan. Umumnya, pendinginan atau pembekuan mencegah pertumbuhan dan aktivitas hampir semua bakteri. Banyak garam, gula, atau asam juga dapat mencegah pertumbuhan bakteri, misalnya dalam daging asin, selai, dan acar, yang merupakan makanan yang diawetkan dengan metode tradisional.
Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Timbulnya Foodborne Diseases
1.    Demografi masyarakat
Meningkatnya kelompok individu immunocompromised sebagai akibat dari peningkatnya penderita human immunodeficiency virus (HIV), penderita penyakit kronis, orang lanjut usia (manula), akan lebih peka terhadap infeksi bakteri patogen yang ditularkan melalui makanan (foodborne diseases), seperti Salmonella, Campylobacter, Listeria. Kemajuan teknologi kedokteran, seperti transplantasi organ tubuh dan keberhasilan pengobatan kanker, telah meningkatkan harapan hidup manusia, tetapi disisi lain hal ini dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap infeksi foodborne diseases.
2.    Human behavior
Perubahan pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap meningkatnya/timbulnya foodborne diseases; antara lain banyaknya fast-food restoran, peningkatan kebiasaan makan di luar rumah (eating away from home), peningkatan konsumsi buah segar, salad yang banyak menggunakan sayuran segar/mentah,  makanan-makanan yang dimasak tidak sempurna (seperi hamburger, scembel eggs, dll). Produk-produk segar tersebut lebih mudah kontaminasi oleh patogen, baik pada tahap pertumbuhan, panen, dan pendistribusian. Sedangkan produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri patogen tidak mati oleh pemasakan tersebut.
3.    Perubahan di bidang industri dan teknologi
Peningkatan industri makanan berskala besar yang tersentralisasi pada satu tempat atau di kota-kota besar akan membawa resiko terhadap peningkatan penyebaran foodborne diseases. Bila suatu produk terkontaminasi di tempat asal ketika diproduksi, maka dengan mudah akan terjadi penyebaran penyakit/patogen sampai ke tempat pendistribusian produk tersebut. Sebagai contoh, adanya infeksi S. enteritidis pada ayam-ayam bibit di peternakan-peternakan pembibitan. Hal ini akan memudahkan terjadinya penyebaran agen penyakit, melalui anak ayam atau telur ayam,  ke peternakan-peternakan final stock dalam areal yang lebih luas.
4.    Perubahan dalam pola perjalanan/travel dan perdagangan global
Hal ini banyak terjadi para wisatawan-wisatawan (traveler’s diseases). Para wisatawan tersebut dapat terinfeksi oleh penyakit ditempat yang dikunjunginya, dan akan terbawa ke tempat asalnya. Dengan terbukanya perdagangan internasional (global), maka akan membawa konsekwensi terhadap penyebaran penyakit secara bebas. Masuknya bakteri S. enteritidis ke Indonesia diduga bersamaan dengan importasi bibit-bibit ayam dari Eropa.
5.    Adaptasi mikroba
Adanya adaptasi atau mutasi mikroba terhadap lingkungan dan seleksi alam. Pengobatan antimikroba, untuk hewan dan manusia, yang terus-menerus dan tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya bakteri-bakteri yang resisten.
Banyak faktor yang kemudian akan memperparah foodborne disease, antara lain faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Faktor mikroba :
a)    Jenis patogen yang termakan
Artinya bahwa bila terdapat dalam jumlah yang banyak mikroba yang bersifat patogen, maka potensi akan terjadinya keracunan makanan adalah besar. Contoh jika Psedumonas cocovenans dalam jumlah yang banyak pada tempe bongkrek maka kemungkinan terdapatnya sama bongkrek yang akan berpotensi menimbulkan keracunan tempe bongkrek pun semakin besar.
b)   Jumlah patogen yang termakan
Dalam jumlah yang kecil E. coli  memang dibutuhkan oleh tubuh dalam proses pencernaan makanan. Namun jika terdapat dalam jumlah yang banyak pada makanan maka kemungkinan akan terjadinya keracunan makanan akibat E.coli besar.
2.         Faktor makanan
a)    Buah & sayur segar/mentah
Bahan makanan ini mengandung air yang tinggi yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya mikorba baik yang bersifat patogen maupuan yang tidak patogen dalam makanan. Jika ini terjadi maka kerusakkan bahan makanan terjadi dan juga keracunan makanan akan semakin besar. Contoh yeast jenis Torulopsis yang mampu memfermentasikan laktosa dalam susu.
b)   Daging, unggas, telur, susu, ikan
Kandungan proteinnya yang tinggi serta pH  yang memungkinkan mikroba dapat tumbuh dalam bahan makanan jenis ini. Telur merupakan bahan makanan yang rawan tercemar Salmonella thypi yang dapat menyebabkan penyakit tipus masuk melalui pori – pori kulit telur menuju ke bagian dalam.
c)    Berlemak tinggi (santan, coklat, dll.)
Bakteri asam akan mudah tumbuh dalam suasana lemak tinggi menyebabkan kerusakan pangan, bau dan penampilan.

BAB 2
Peranan Mikroba dalam Foodborne Disease
   Foodborne Disease disebabkan akibat konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh mikroba. Berbagai jenis mikroba patogen dapat mencemari makanan yang akan menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan). Adapun mikroba tersebut antara lain bakteri, virus, dan jamur.
1.      Bakteri
a.    Salmonella
·      Salmonelosis
Salmonelosis adalah penyakit pada saluran gastrointestin yang mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon. Penyakit ini disebabkan karena infeksi oleh bakteri Salmonella. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm. Bakteri ini pertama kali diisolasikan oleh Theobald Smith pada tahun 1885 dari babi. Nama jenis Salmonella diturunkan dari nama terakhir dari D.E. Salmon, yang adalah direktur dari Smith. Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anerob, pada suhu 15 – 41oC (suhu pertumbuhan optimum 37 oC dan pH pertumbuhan 6 – 8). Beberapa spesies dari Salmonella antara lain adalah  Salmonella typhi, Salmonella enteritidis, dan Salmonella cholerasuis.
·      Sifat patogenitas Salmonella
Masuknya S. typhi dan S. paratyphi  ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak di makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya menuju ke pembuluh darah. (mengakibatkan bakteremia) kemudian menuju hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya. Di dalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara ke dalam lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Bakteri itu kemudian  menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, gangguan mental, koagulasi, dan pendarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah.
·      Epidemiologi infeksi oleh Salmonella
            Salmonellosis disebarkan pada orang-orang dengan memakan bakteri Salmonella yang mengkontaminasi (mencemari) makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe makanan, namun perjangkitan-perjangkitan dari penyakit baru-baru ini melibatkan telur-telur mentah, daging mentah (daging sapi yang digiling dan daging-daging lain yang dimasak dengan buruk), produk-produk telur, sayur-sayur segar, cereal, dan air yang tercemar. Pencemaran dapat datang dari feces hewan atau manusia yang berhubungan dengan makanan selama pemrosesannya. Feces dari orang-orang yang terinfeksi akan mencemari sumber air atau makanan dari orang-orang yang tidak terinfeksi. Sumber-sumber langsung yang berpotensi dari Salmonella adalah hewan seperti kura-kura, anjing, kucing, kebanyakan hewan ternak, dan manusia yang terinfeksi. Adapun pencemaran oleh Salmonella dapat dilihat pada siklus di bawah ini.
Pola penyebaran penyakit ini pada tubuh manusia adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). Bakteri masuk ke tubuh manusia bersama bahan makananatau minuman yang tercemar. Saat kuman masuk kesaluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambungdan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus kumanberaksi sehingga bisa ”menjebol” usus halus. Setelah berhasilmelampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, kepembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier, kuman Salmonella bisa ada terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-tahun. Setelah memasuki dinding usus halus, bakterimulai melakukan penyerangan melalui system limfa ke limfa yang menyebabkan pembengkakan pada urat dan bakteri tersebut kemudian menyerang aliran darah. Aliran darah yang membawa bakteri juga akan menyerang liver, kantong empedu, limfa, ginjal, dan sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian berkembangbiak dan menyebabkan infeksi organ-organ ini. Melalui organ-organ yang telah terinfeksi inilah mereka terus menyerang aliran darah yang menyebabkan bakteremia sekunder yang menjadi penyebab terjadinya demam dan penyakit.
·      Gejala dari infeksi Salmonella
Gejala dari Salmonelosis akan terlihat 8 sampai 48 jam setelah makan makanan yang tercemar oleh Salmonella. Gejala awal yaitu timbulnya rasa sakit perut yang mendadak disertai dengan diare encer atau berair, kadang-kadang bahkan dengan lendir atau darah. Seringkali menyebabkan mual dan muntah kemudian terjadi demam dengan suhu 38 – 39o Celcius. Gejala-gejala ini disebabkan oleh endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella. Gejala-gejala tersebut biasanya akan hilang dalam waktu 2 – 5 hari.
·      Pencegahan Salmonelosis
Kebanyakan kasus Salmonelosis disebabkan karena memakan makanan yang tercemar. Oleh karena itu pencegahan yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
1.    Memasak dengan baik makanan yang dibuat dari daging.
2.    Menyimpan makanan pada suhu lemari es yang sesuai.
3.    Melindungi makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan hewan lain.
4.    Penggunaan metode produksi dan pengolahan makanan yang semestinya.
5.    Kebersihan pribadi yang baik serta hidup dengan cara-cara yang memenuhi syarat kesehatan.
Begitu ditemukan adanya kasus  infeksi makanan oleh Salmonella maka harus segera dilaporkan pada Dinas Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil langkah-langkah yang sesuai untuk melindungi masyarakat dari suatu perjangkitan peracunan makanan. Tidak ada imunisasi yang efektif terhadap infeksi oleh spesies Salmonella.
b.    Clostridium
·      Botulisme
Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri. Botulisme berasal dari kata botulisme yang berarti sosis. Penyakit ini diberi nama demikian karena selama bertahun-tahun sosis yang tidak dimasak dihubungkan dengan penyakit ini. Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu toksin bakteri paling mematikan yang dapat terbentuk pada makanan kaleng yang tidak diproses dengan benar atau cukup dipanasi. Bakteri penghasil botulin adalah Clostridium botulinum.Clostridium botulinum merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, membentuk spora, dan bersifat anaerob obligat serta mampu menghasilkan neurotoksin yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini banyak terdapat di tanah dan mungkin mencemari hasil pertanian maupun peternakan.
                           Penyakit ini terjadi karena memakan toksin botulinum yang terdapat dalam makanan yang diawetkan dengan cara kurang sempurna, seperti yang dijumpai dalam makanan kaleng. Tetapi botulisme juga dapat disebabkan karena kontaminasi luka yang akan menghasilkan toksin yang tumbuh pada jaringan mati. Ada tujuh tipe Clostridium botulinum yang dikenali karena perbedaan antigenik di antara toksin yang dihasilkannya yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan tipe F. Tipe C dan D menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia, sedangkan tipe G belum diketahui dapat menyebabkan penyakit atau tidak.
·      Sifat patogenitas Clostridium
                          Toksin botulinum yang dihasilkan oleh Clostridium adalah racun yang paling ampuh. Sebagai contoh dosis letal (mematikan) bagi toksin tipe A pada tikus diperkirakan 0,000000033 mg. Ini berarti 1 gram toksin dapat membunuh 33 milyar tikus. Racun ini menyerang urat syaraf, menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Cara kerja toksin ini adalah dengan menghambat pembebasan asetilkolin oleh serabut syaraf ketika impuls syaraf lewat di sepanjang syaraf tepi.
·      Epidemiologi botulisme
Clostridium botulinum tersebar luas di lingkungan darat dan perairan. Jika sporanya mencemari makanan yang sudah diolah atau mengadakan kontak dengan luka maka dapat berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan toksin. Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada saluran bayi yang disebut botulisme bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak dapat buang air besar, dan lumpuh. Infeksi semacam ini mungkin disebabkan karena pemberian susu yang mengandung spora Clostridium botulinum pada bayi.
·      Gejala dari keracunan botulisme
Gejala penyakit ini biasanya mulai muncul sekitar 12 – 48 jam setelah mengkonsumsi makanan yang sudah tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, pupil melebar, penglihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan. Kelumpuhan dapat terjadi pada kantung kemih dan semua otot yang bekerja di daerah tersebut. Kematian mungkin terjadi beberapa hari setelah timbulnya gejala karena tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja lagi. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan pernafasan.

·      Pencegahan botulisme
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuhyang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industry rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini mencemari produk pangan dalam kaleng yang beredar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang kurangbaik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemashampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung.
c.    Staphylococcus
·      Peracunan makanan oleh Staphylococcus
Peracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh beberapa tipe Staphylococcus yang  tumbuh pada makanan yang tercemar. Salah satu contoh spesiesnya adalah Staphylococcus aureus yaitumerupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang bila diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Staphylococcus biasanya terdapat diberbagai bagian tubuh manusia, seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah memasuki makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang-orang yang menangani pangan yang merupakan penular atau penderita infeksi patogenik (membentuk nanah). Keracunan makanan oleh Staphylococcus disebut sebagai staphylococcal.
·      Sifat patogenitas Staphylococcus
Enterotoksin yang dihasilkan Staphylococcus bersifat tahan panas, tidak berubah meskipun dididihkan selama 30 menit. Makanan yang telah tercemar jika dibiarkan dalam suhu kamar selama delapan sampai sepuluh jam dapat menghasilkan toksin dalam jumlah yang memadai yang dapat mengakibatkan peracunan makanan. Sekalipun makanan ini kemudian disimpan di dalam lemari es selama berbulan-bulan, toksinnya tidak akan musnah. Pemasakan kembali makanan tersebut juga tidak akan mengurangi kandungan toksin tersebut. Sampai saat ini tidak ada antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati peracunan makanan oleh Staphylococcus.
·      Epidemiologi peracunan makanan oleh Staphylococcus
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin. Terjangkitnya peracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya memiliki galur yang sama antara makanan yang tercemar dengan yang ada pada tangan orang yang menangani makanan tersebut. Adapun makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus antara lain adalah kue dengan saus yang terbuat dari telur ,susu, dan daging olahan. Sayangnya makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang cukup banyak biasanya memiliki penampilan, bau, dan rasa yang normal.
·      Gejala peracunan makanan oleh Staphylococcus
Gejala peracunan Staphylococcus akan segera terlihat setelah menkonsumsi makanan yang telah tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan akan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah atau tidaknya infeksi tersebut. Biasanya gejala akan timbul sekitar 2 sampai 6 jam setelah makan makanan tercemar tersebut. Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, retching (seperti muntah tetapi tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas. Beberapa orang mungkin tidak selalu menunjukkan semua gejala penyakit ini. Dalam kasus-kasus yang lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, kram otot, dan perubahan yang nyata pada tekanan darah serta denyut nadi. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kelemahan dan tekanan darah yang rendah (syok). Gejala biasanya berlangsung selama kurang dari 12 jam. Keracunan makanan ini dapat disembuhkan, proses penyembuhan biasanya memerlukan waktu dua hari, namun, tidak menutup kemungkinan penyembuhan secara total pada kasus-kasus yang parah memerlukan waktu tiga hari atau kadang-kadang lebih, namun kadang-kadang dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi pada anak-anak, orang tua dan orang dengan kondisi lemah karena sakit menahun.
·      Pencegahan Peracunan Makanan oleh Staphylococcus
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan yang terkontaminasi (misalnya alas pemotong). Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar menyebabkan bakteri berkembang biak dan menghasilkan racun.

Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan yaitu.
1.    Menyimpan makanan yang mudah busuk di dalam lemari es (suhu dibawah 6 – 7o Celcius).
2.    Bagi orang-orang yang mempunyai luka bernanah atau merupakan penular Staphylococcus toksigenik tidak boleh menangani pangan.
3.    Makanan dipanasi kembali selama berjam-jam pada suhu kamar sebelum disajikan.
Seringkali peracunan makanan oleh Staphylococcus adalah akibat penanganan yang keliru baik di rumah maupun di tempat makan umum.
  
2.      Virus
Virus dapat menyebabkan peracunan makanan yang menimbulkan gastroenteritis. Gastroenteritis viral adalah infeksi usus yang disebabkan berbagai macam virus. Gastroenteritis virus sangat menular dan merupakan penyakit yang paling umum. Hal ini menyebabkan jutaan kasus diare setiap tahun.Virus merupakan penyebab diare tersering yang angka kejadiannya mencapai jutaan kasus tiap tahunnya. Siapapun bisa mendapatkan Gastroenteritis virus dan kebanyakan orang sembuh tanpa komplikasi. Namun, Gastroenteritis virus bisa serius ketika orang tidak bisa minum cukup cairan untuk menggantikan apa yang hilang melalui muntah dan diare terutama bayi, anak-anak muda, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
Gejalanya berupa buang air besar yang berupa air (watery). Gejala utama Gastroenteritis virus adalah diare berair berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam serta muntah. Gejala lainnya adalah sakit kepala, demam, menggigil, dan sakit perut. Gejala biasanya muncul dalam waktu 4 sampai 48 jam setelah terpapar virus dan berlangsung selama 1 sampai 2 hari, walaupun gejala dapat berlangsung selama 10 hari.Umumnya virus yang menyebabkan gastroenteritis adalah rotavirus.
a.    Rotavirus
·  Infeksi oleh Rotavirus
Rotavirus adalah salah satu virus yang menyebabkan penyakit diare, terutama pada bayi. Rotavirus memiliki diameter tubuh 50-60 nm. Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus.  Nama virus rota didasarkan pada gambaran mikroskop elektron dari pinggir luar kapsid sebagai pinggiran suatu roda yang mengelilingi jari-jari yang memancar dari inti yang menyerupai pusat. Partikel-partikel mempunyai kapsid berkulit ganda dan garis tengah berkisar antara 60-75 nm
·      Patogenitas
Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus. Virus-virus itu berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan merusak mekanisme transportnya. Sel yang rusak dapat masuk ke dalam lumen usus dan melepaskan sejumlah besar virus, yang kemudian terdapat dalam tinja. Diare yang disebabkan oleh rotavirus mungkin akibat gangguan penyerapan natrium dan absorpsi glukosa karena sel yang rusak pada vili digantikan oleh sel kriptus belum matang yang tidak meyerap. Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan fungsi normal.
·      Epidemiologi dan Imunitas
Rotavirus merupakan penyebab tunggal penyakit gastroenteritis. Infeksi rotavirus biasanya meningkat selama musim dingin. Infeksi simtomatik paling sering terjadi pada anak berusia antara 6bulan hingga 2 tahun. Penyebarannya terjadi melalui rute oral fekal. Rotavirus muncul secara serentak. Saat usia 3 tahun, 90% anak memiliki serum antibody terhadap satu tipe atau lebih. Faktor kekebalan local, seperti IgA sekretoris atau interferon, penting untuk melindungi terhadap infeksi rotavirus.
·            Gejala
Gejala yang timbul antara lain diare, demam, nyeri perut, dan muntah-muntah, sehingga terjadi dehidrasi. Pada bayi dan anak-anak, kehilangan banyak elektrolit dan cairan dapat mematikan kecuali kalau diobati. Untuk mempermudah penanganan, sebaiknya kita tahu gejala dehidrasi yaitu anak rewel, kehausan, minta minum terus, sehingga makin muntah karena kebanyakan, mata cekung, kulit pada daerah perut dan dahi tidak kenyal.(jika dicubit tidak kembali).
·         Cara Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan gastroenteritis adalah pengobatan suportif, untuk mengoreksi kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, syok, dan kematian. Pengobabatannya yaitu dengan cara penggantian cairan dan pengembalian keseimbangan elektrolit baik secara intravena maupun oral.
Mengingat penyakit diare rotavirus sangat mudah menular, maka perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan. Salah satunya dengan merawat terpisah anak yang terinfeksi rotavirus dengan anak sehat lainnya. Untuk pencegahan agar tidak mudah terinfeksi rotavirus, pemberian imunisasi bisa dilakukan. Apalagi, semua anak pasti pernah mengalami diare. Salah satu diare yang mengancam adalah karena rotavirus. Perkembangan terakhir dengan teknologi kedokteran saat ini telah ditemukan vaksin untuk rotavirus. Vaksin ini dapat diberikan 2-3 kali pada bayi usia 6-8 minggu.
3.      Jamur
Jamur merupakan mikroorganisme eukariotik, menghasilkan spora, tidak punya klorofil, dan berkembang biak secara seksual dan aseksual. Jamur tergolong menjadi 2 golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang adalah jamur yang mempunyai filamen sedangkan khamir adalah jamur sel tunggal yang tidak mempunyai filamen. Jamur dapat bersifat parasit yaitu memperoleh makanan dari benda hidup atau bersifat saprofit yaitu memperoleh makanan dari benda mati.
Secara umum jamur berkembang biak dengan cara aseksual atau seksual. Spora aseksual dari jamur adalah konidiospora, sporangiospora, oidium, klamidospora dan blastospora. Sedangkan spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus, terbentuk lebih jarang, dan dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan spora aseksual. Ada beberapa tipe spora seksual yaitu askospora, basidiospora, zigospora dan oospora.
Jamur merupakan salah satu penyebab foodborne disease karena dapat mengkontaminasi makanan melalui mikotoksin. Penyakit yang diakibatkan karena adanya mikotoksin disebut mikotoksikosis. Mikotoksin dapat mengkontaminasi pangan bila bahan pangan yang umumnya tanpa pengawet disimpan lama dalam kondisi lembab dan tidak disimpan dalam lemari pendingin, sehingga bahan pangan ini mudah menjadi media bagi pertumbuhan jamur.
Tabel .1 Jenis mikotoksin dan pangan yang dikontaminasinya
Jenis mikotoksin
Bahan pangan yang dikontaminasi
Alfatoksin
Kacang-kacangan dan produk kacang padi, jagung, gandung, almond, dan jambu mete
Sterigmatosistin
Biji-bijian dan beras
Patulin
Sari buah apel
Luteoskirin
Beras, jagung, gandum, kacang-kacangan
Sitreoviridin
Beras
Trikotesena
Jagung
Asam Penisilat
Jagung
Bila bahan pangan yang sudah terkontaminasi mikotoksin dikonsumsi, maka kemungkinan toksin yang dihasilkan oleh jamur tersebut dapat mengganggu kesehatan
Pencegahan dan Penanggulangan Foodborne Disease
2.3.1 Pencegahan
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases harus dilakukan pada setiap tahap/proses penyajian makanan; dari mulai tingkat produksi di peternakan, proses pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH), pendistribusi dari peternakan/RPH ke pasar, proses pengolahan sampai penyiapan makanan yang sudah jadi (finished food) di rumah/restoran, dll.
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases diistilahkan from farm to table, yaitu dari mulai produksi di peternakan sampai siap saji di meja makan, antara lain meliputi:
·           Pemeriksaan hewan/ternak di peternakan/rumah potong hewan. Ternak-ternak yang akan dipotong harus berasal dari peternakan yang bebas penyakit.
·           Peningkatan personal higiene mulai dari pekerja kandang, petugas rumah potong hewan, penjual daging, pekerja pada industri makanan, juru masak sampai kepada konsumen.
·           Pengawasan terhadap kebersihan/sanitasi lingkungan di peternakan, rumah potong hewan, alat transportasi, ruang pengolahan, peralatan dapur atau pengolahan makanan dan peralatan saji.
·           Pengolahan makanan (daging, susu, telur dan produknya) secara higienis dengan pemanasan yang cukup, pasteurisasi, dan atau sterilisasi.
·           Penyimpanan bahan pangan dengan baik
Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Makanan cepat basi disimpan dalam suhu dingin, pisahkan raw material dengan makanan sudah matang.
·           Pencucian
üPencucian atau pembilasan buah dan sayuran dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air, deterjen, larutan bakterisidal seperti klorin, dan lain-lain.
üSebelum makan atau menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air setidaknya 15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih. 
·           Desinfeksi adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh mikroba patogen maupun pembusuk dengan menggunakan bahan kimia (desinfektan). Desinfektan merupakan bahan kimia yang mampu membunuh bakteri pembusuk dalam bentuk sel vegetatif, tetapi tidak dalam bentuk spora.
·           Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.

   2.3.2 Penanggulangan
Penanggulangan untuk penyakit bawaan makanan (Foodborne Diseases) antara lain :
Ø  Diagnosa infeksi melalui pemeriksaan laboratorium guna menentukan jenis organisme penyebabnya.
Ø  Perawatan penyembuhan terhadap penyakit bawaan makanan. Jenis perawatan disesuaikan dengan jenis penyakit bawaan makanan yang diderita, dan bergantung dari gejala yang dirasakan.


DAFTAR PUSTAKA


0 comments:

Post a Comment